KORANTALK - BadaiMatahari berkecepatan besar dari" lubang" di suasana Matahari hendak menghantam medan magnet Bumi pada Rabu 3 Agustus 2022. Fenomena ini berpotensi merangsang badai geomagnetik G- 1 kecil.
Dikutip halaman Live Science, Selasa( 2/ 8/ 2022), prakirawan cuaca di Pusat Prediksi Cuaca Antariksa Administrasi Kelautan serta Suasana Nasional( SWPC) membuat prediksi sehabis mengamati kalau" bahan gas mengalir dari lubang selatan di suasana matahari," bagi spaceweather. com.
Lubang koronal merupakan zona di suasana atas Matahari di mana gas ataupun plasma berlistrik Bintang lebih dingin serta kurang padat. Lubang- lubang semacam itu pula ialah tempat garis- garis medan magnet Matahari, alih- alih berbalik kembali ke dalam dirinya sendiri, memancarkan cahaya ke ruang angkasa.
Perihal ini membolehkan material matahari buat keluar dalam arus deras yang bergerak dengan kecepatan sampai 1, 8 juta mil per jam( 2, 9 juta km per jam), bagi Exploratorium, suatu museum sains di San Francisco.
Di planet dengan medan magnet yang kokoh, semacam planet Bumi, rentetan puing- puing Matahari ini diserap, merangsang badai geomagnetik. Sepanjang badai ini, medan magnet bumi dikompresi sedikit oleh gelombang partikel yang sangat energik. Partikel- partikel ini menetes ke dasar garis medan magnet di dekat kutub serta menggerakkan molekul di suasana, membebaskan tenaga dalam wujud sinar buat menghasilkan aurora berwarna- warni, mirip dengan yang membentuk Sinar Utara.
Badai yang dihasilkan oleh puing- puing ini hendak lemah.
Selaku badai geomagnetik G1, badai Matahari ini berpotensi menimbulkan fluktuasi kecil pada jaringan listrik serta mempengaruhi sebagian guna satelit— tercantum buat fitur seluler serta sistem GPS. Ini pula hendak bawa aurora ke selatan sepanjang Michigan serta Maine.
Berpotensi Melumpuhkan Internet
Badai geomagnetik yang lebih ekstrem bisa mengusik medan magnet planet dengan lumayan kokoh buat mengirim satelit jatuh ke Bumi, Live Science lebih dahulu memberi tahu, serta para ilmuwan sudah memperingatkan kalau badai geomagnetik ekstrem apalagi bisa melumpuhkan internet.
Puing- puing yang meletus dari matahari, ataupun lontaran massa korona( CME), umumnya memerlukan waktu dekat 15 sampai 18 jam buat menggapai Bumi, bagi Pusat Prediksi Cuaca Luar Angkasa.
Badai ini tiba dikala matahari merambah fase sangat aktif dari siklus matahari dekat 11 tahun.
Para astronom sudah mengenali semenjak 1775 kalau kegiatan matahari naik serta turun dalam siklus, namun baru- baru ini, matahari lebih aktif dari yang diperkirakan, dengan nyaris 2 kali lipat penampakan bintik matahari yang diprediksi oleh NOAA.
Aktivitas Matahari Meningkat
Para ilmuwan mengestimasi kalau kegiatan matahari hendak terus bertambah sepanjang sebagian tahun ke depan, menggapai maksimum totalitas pada tahun 2025 saat sebelum menyusut lagi.
Suatu makalah yang diterbitkan 20 Juli di harian Astronomy and Astrophysics menganjurkan model baru buat kegiatan matahari dengan menghitung bintik matahari secara terpisah di tiap belahan bumi– tata cara yang bagi para periset makalah bisa digunakan buat membuat ditaksir matahari yang lebih akurat.
Para ilmuwan berpikir badai matahari terbanyak yang sempat disaksikan sepanjang sejarah kontemporer merupakan Peristiwa Carrington 1859, yang membebaskan tenaga yang kira- kira sama dengan 10 miliyar bom atom 1 megaton.
Picu Kerusakan Luas
Sehabis menghantam Bumi, aliran kokoh partikel matahari menggoreng sistem telegraf di segala dunia serta menimbulkan aurora lebih cerah dari sinar bulan purnama timbul sepanjang selatan Karibia.
Bila peristiwa seragam terjalin hari ini, para ilmuwan memperingatkan, perihal itu hendak menimbulkan kehancuran triliunan dolar serta merangsang pemadaman listrik yang meluas, semacam badai matahari 1989 yang membebaskan satu miliyar ton gas serta menimbulkan pemadaman di segala provinsi Kanada.
Dapatkan update berita setiap hari dari korantalk.news , Mari bergabung di Grup Telegram caranya klik Link Ini ╰┈➤ ( https://t.me/korantalk_news ) kemudian join °༄°
(¯´•._.•TERIMAKASIH•._.•´¯)