KORAN TALK - Desakan Partai Demokrat mengenai percepatan pengumuman bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping Anies Baswedan dinilai bermuatan politis.
Upaya itu diduga sebagai ancang-ancang Demokrat hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan seandainya Anies tak menunjuk ketua umum mereka, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai calon RI-2.
“Langkah Demokrat ini sebagai escape plan andai saja Anies memilih sosok lain selain AHY sebagai bakal cawapres, maka Demokrat bisa saja cabut dari Koalisi Perubahan untuk mencari tempat hinggap yang lain, yang tentu saja lebih berprospek untuk AHY,” kata Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi, Jumat (9/6/2023).
Seandainya deklarasi cawapres dilakukan dalam waktu dekat dan bukan AHY yang dipilih, maka Demokrat masih punya cukup waktu mencari koalisi baru untuk berlabuh, yang dinilai lebih menguntungkan ketimbang Koalisi Perubahan.
Menurut Ari, Demokrat punya kalkulasi politik dan hitung-hitungan, apakah tetap bertahan di poros Koalisi Perubahan, atau bermanuver di tengah terus merosotnya elektabilitas Anies.
“Ibarat di perdagangan saham, Demokrat harus mengambil langkah cepat, apakah akan melepas saham di tengah harga saham yang semakin merosot, ataukah tetap bertahan memiliki saham walau nantinya berpotensi mendatangkan kerugian,” ujar dosen Universitas Indonesia itu.
Demokrat pun dinilai mengada-ada atas argumen merosotnya elektabilitas Anies disebabkan karena bakal cawapres yang tak kunjung diumumkan.
Sebab, dua bakal capres lain yang elektabilitasnya mengungguli Anies, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, juga belum mengumumkan calon pendampingnya.
“Terlalu prematur jika ketiadaan nama bakal cawapres saat ini dianggap sebagai penyebab anjloknya elektabilitas Anies,” kata Ari.
Seandainya Demokrat hengkang dari Koalisi Perubahan, lanjut Ari, partai berlambang bintang mercy itu bisa saja bergabung dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang digagas Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Memang, jika bergabung dengan poros tersebut, belum tentu juga AHY dipilih jadi cawapres.
Namun, setidaknya, dengan elektabilitas yang besar, potensi kemenangan Prabowo jauh lebih tinggi ketimbang Anies.
Dengan demikian, keuntungan politik yang ditawarkan kubu Gerindra pun lebih menjanjikan.
“Demokrat paham betul, privilese politik yang demikian besar dari Demokrat diserahkan ke Koalisi Perubahan, tapi tanpa akomodasi politik yang jelas untuk AHY,” tutur Ari.
Sebagaimana diketahui, Demokrat mendesak Koalisi Perubahan untuk Persatuan agar segera mendeklarasikan cawapres Anies, setidaknya Juni 2023.
Elektabilitas Anies yang terus menurun dinilai sebagai akibat dari belum diumumkannya nama cawapres.
Selain itu, menurut Demokrat, hari pemungutan suara Pemilu 2024 kian dekat.
Namun demikian, gagasan tersebut ditolak Nasdem, sesama anggota Koalisi Perubahan.
Partai besutan Surya Paloh itu meminta Demokrat tak menekan-nekan soal deklarasi cawapres.
Baca Juga : Basuki Blak-blakan Tolak Jadi Cawapres Ganjar Pranowo: Saya Lebih Baik Ambil yang Lain
Nasdem: Ini Bukan Cari Wakil Kades
Sementara, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali mengingatkan, salah satu poin piagam kerja sama pembentukan Koalisi Perubahan untuk Persatuan memberi mandat pada Anies selaku bakal capres untuk memilih bakal cawapresnya sesuai lima kriteria yang telah ditentukan.
“Saya berharap semua parpol itu konsisten dengan pernyataannya, karena Anies ini sedang tidak mencari wakil kepala desa, tapi mencari wakil presiden,” kata Ali pada, Kamis (8/6/2023).
Bersamaan dengan itu, Ali mempertanyakan sikap Demokrat yang ia nilai tak konsisten.
Di satu sisi, Demokrat mendesak percepatan deklarasi cawapres.
Namun, di sisi lain, partai bintang mercy tersebut tak pernah mengangkat Anies dalam baliho atau materi sosialisasinya.
Ali bahkan menuding desakan ini sebagai ancaman dari Demokrat yang hendak hengkang dari Koalisi Perubahan jika AHY tak dipilih jadi calon pendamping Anies.
“Sebenarnya berterus terang saja, kalau bukan AHY jadi wakil, mau mundur. Bilang saja begitu,” tandasnya.
Ali lalu menyinggung poin ketiga dalam piagam kerja sama pembentukan KPP.
Secara garis besar, poin tersebut berisi mandat pada Anies untuk memilih bacawapresnya sesuai dengan lima kriteria yang telah ditentukan.
Demokrat, PKS, dan Nasdem Dicap Belum All-out Imbas dari Elektabilitas Anies Merosot Ia berharap Demokrat tetap konsisten berpegang pada isi piagam yang telah ditantangani bersama Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
“Kita kemudian konsisten saja dengan piagam yang sudah ditantangani oleh ketua umum partai. Kita tidak perlu menekan-nekan calon presiden (Anies),” ucap dia.
Di sisi lain, Ali pun mempertanyakan sikap Demokrat yang terus mendorong agar bacawapres ditentukan, tapi tak pernah mengangkat Anies dalam baliho atau materi sosialisasinya.
“Terus terang, saya belum pernah melihat baliho Partai Demokrat, kader Partai Demokrat memasang foto Anies, kecuali fotonya AHY,” imbuh dia.
Diketahui, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meminta agar Anies dan KPP segera menentukan siapa bacawapres yang akan dipilih untuk menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Alasannya, butuh waktu yang panjang untuk menkonsildasikan mesin partai dan menyapa masyarakat di seluruh pelosok Tanah Air.
AHY merasa, waktu kampanye yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selama 75 hari sangat minim untuk bisa mendorong kinerja yang optimal.
Dapatkan update berita setiap hari dari korantalk.news , Mari bergabung di Grup Telegram caranya klik Link Ini ╰┈➤ ( https://t.me/korantalk_news ) kemudian join °༄°
(¯´•._.•TERIMAKASIH•._.•´¯)