Jakarta-Korantalk.news Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengkritik statment Kepala Tubuh Pembinaan Hukum( Kababinkum) Tentara Nasional Indonesia(TNI) Laksamana Muda( Laksda) Kresno Buntoro yang menyebut seseorang perwira hukum dapat jadi penasihat hukum dalam sidang. Imparsial memperhitungkan statment Laksda Kresno galat.
" Kami memandang, statment Kababinkum Tentara Nasional Indonesia(TNI) yang melaporkan anggota Tentara Nasional Indonesia(TNI) bisa berikan dorongan hukum untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia(TNI) serta keluarga menampilkan kalau Kababinkum tidak menguasai secara komprehensif ketentuan hukum terpaut kedudukan Tentara Nasional Indonesia(TNI) dalam proses penegakan hukum. Perihal itu bisa dilihat dari terdapatnya uraian yang salah serta galat terhadap sebagian ketentuan terpaut dorongan hukum," ucap Gufron dalam penjelasan yang diterima detikcom dengan judul Statment Kababinkum Galat, Prajurit Tentara Nasional Indonesia(TNI) Tidak Boleh Jadi Penasihat Hukum dalam Lingkup Peradilan Universal, Sabtu( 12/ 8/ 2023).
BACA JUGA : KPK: Kabasarnas Akui Terima Duit Terpaut Lelang Proyek di Basarnas
Gufron membetulkan kalau tiap orang, tanpa terkecuali prajurit Tentara Nasional Indonesia(TNI) serta keluarga prajurit Tentara Nasional Indonesia(TNI) berhak memperoleh dorongan hukum. Perihal itu diatur dalam Pasal 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia( DUHAM), Pasal 16 serta Pasal 26 International Covenant on Civil and Political Rights( Kesepakatan Hak Sipil serta Politik), sampai Pasal 1 UU 16 Tahun 2011 tentang Dorongan Hukum.
" Tetapi demikian, secara spesial untuk area Tentara Nasional Indonesia(TNI), jaminan dorongan hukum kembali ditegaskan dalam pasal Pasal 105, 215 serta 216 UU Nomor. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang pada intinya terdapatnya jaminan dorongan hukum untuk terdakwa yang diadili di peradilan militer ataupun koneksitas. Jaminan tersebut pula kembali ditegaskan UU Tentara Nasional Indonesia(TNI) dalam Pasal 50 ayat( 2) huruf f yang melaporkan" prajurit serta prajurit siswa memperoleh rawatan serta layanan kedinasan meliputi..( f). dorongan hukum". Berikutnya Pasal 50 ayat 3" keluarga prajurit mendapatkan layanan kedinasan meliputi..( c). dorongan hukum"," tegas Gufron.
Gufron memandang pasal- pasal tersebut wajib dimengerti terdapatnya jaminan negeri kepada siapapun, tercantum prajurit Tentara Nasional Indonesia(TNI) serta keluarga prajurit Tentara Nasional Indonesia(TNI), buat mendapatkan dorongan hukum." Pasal- pasal tersebut bila diperhatikan tidak terdapat yang mengatakan terdapatnya pemberian kewenangan kepada prajurit Tentara Nasional Indonesia(TNI) buat bisa membagikan pendampingan/ dorongan hukum dalam lingkup( yurusdiksi) peradilan tidak hanya peradilan militer serta peradilan koneksitas," lanjut Gufron.
Bagi Gufron, hak buat menerima dorongan hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50 ayat( 3) UU Tentara Nasional Indonesia(TNI) tidak boleh ditafsirkan kalau dorongan hukum tersebut wajib ataupun dapat berasal dari institusi Tentara Nasional Indonesia(TNI). Terlebih apabila lingkup peradilan yang memproses permasalahan hukum itu bukan peradilan militer ataupun peradilan koneksitas.
" Dalam permasalahan keluarga Mayor Dedi Hasibuan yang tunduk pada peradilan universal, hak buat mendapatkan dorongan hukum tersebut wajib tunduk pada UU Advokat Nomor. 18 tahun 2003," ucap Gufron.
Gufron meningkatkan bawah hukum yang disebutkan oleh Laksda Kresno terpaut kewenangan pemberian dorongan hukum oleh Tentara Nasional Indonesia(TNI) yang didasarkan pada Pesan Edaran Mahkamah Agung( SEMA) Nomor. 2 Tahun 1971 pula salah serta galat.
" Sebab SEMA Nomor. 2 Tahun 1971 sesungguhnya melarang prajurit Tentara Nasional Indonesia(TNI) jadi penasihat hukum di Majelis hukum Universal, kecuali atas izin spesial dari atasannya serta penuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah( PP) Nomor. 12 tahun 1952 yang sejatinya sudah kesekian kali dicabut. PP Nomor. 12 tahun 1952 sudah dicabut lewat PP Nomor. 6 tahun 74, yang pula sudah dicabut melaui PP Nomor. 53 tahun 2010, yang pula sudah dicabut lewat PP Nomor. 94 tahun 2021. Dimana dalam PP Nomor. 94 tahun 2021 tidak terdapat lagi pemberian izin sebagaimana diartikan dalam SEMA Nomor. 2 tahun 1971. Atas bawah itu, sebetulnya argumentasi Kababinkum yang bersandar pada pada SEMA Nomor. 2 tahun 1971 telah kehabisan pijakan hukumnya," tutur Gufron.
Gufron menarangkan ketentuan hukum tentang pemberian dorongan hukum, yang salah satunya diatur lewat SEMA Nomor. 2 tahun 1971 telah disempurnakan lewat bermacam ketentuan perundang- undangan salah satunya merupakan UU Nomor. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang melaporkan pemberi dorongan hukum/ pasangan hukum ataupun advokat tidak boleh berstatus selaku pegawai negara ataupun pejabat negeri.
" Sedangkan dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana dalam Pasal 92 ayat( 3)," seluruh anggota Angkatan Perang pula dikira selaku pejabat". Oleh sebab itu merujuk pada UU Advokat sesungguhnya prajurit Tentara Nasional Indonesia(TNI) aktif tidak bisa jadi pasangan hukum ataupun advokat," tegas Gufron.
Kerancuan hukum tersebut, jelas Gufron, diperparah dengan keengganan pemerintah yang belum merevisi UU Nomor. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Atas perihal tersebut, Gufron menekan 3 perihal.
" Presiden memerintahkan Panglima Tentara Nasional Indonesia(TNI) buat mengevaluasi Kababinkum Tentara Nasional Indonesia(TNI)( Laksda Kresno) yang sudah salah serta galat menafsirkan ketentuan perundang- undangan sehingga memunculkan polemik hukum serta dikhawatirkan membetulkan sikap Prajurit Tentara Nasional Indonesia(TNI) buat jadi penasihat hukum di peradilan universal," ucap Gufron.
Kedua, Gufron menekan Panglima Tentara Nasional Indonesia(TNI) melarang anggota Tentara Nasional Indonesia(TNI) buat berperan selaku advokat di peradilan universal serta bila terjalin pelanggaran ataupun penyimpangan kedudukan Tentara Nasional Indonesia(TNI) wajib ditindak cocok ketentuan hukum yang berlaku.
" Presiden Joko Widodo, lekas merevisi UU Nomor. 31 tahun 1997 tentang peradilan militer, yang sudah menimbulkan disharmoni serta kontradisksi norma serta penegakan hukum di Indonesia, sebagaimana yang sudah dijanjikan dalam Nawacita Presiden semenjak tahun 2014," tambahnya.
Lebih dahulu, Laksda Kresno Buntoro berkata seseorang perwira hukum dapat jadi penasihat hukum dalam sidang. Perihal ini di informasikan Kresno buntut ramai permasalahan Mayor Dedi yang menghadiri Polrestabes Medan buat memohon penangguhan penahanan terhadap keponakannya, Ahmad Rosid Hasibuan( ARH).
BACA JUGA : Alasan Guardiola Marah pada Haaland Walaupun Cetak Dua Gol
" Apakah perwira hukum semacam aku bisa jadi penasihat hukum apa tidak? Dalam perihal ini merupakan Mayor DH itu dapat tidak ia jadi penasihat hukum serta beracara di dalam persidangan pengecekan ataupun persidangan majelis hukum? Ini kan sebab di media tersebar kalau Tentara Nasional Indonesia(TNI) itu tidak boleh beracara di persidangan kan. Banyak media meliput semacam itu, pertanyaannya boleh," kata Kresno dalam konferensi pers di Mabes Tentara Nasional Indonesia(TNI) Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis( 10/ 8/ 2023).
Kresno berkata perihal ini tertuang dalam Pesan Edaran Mahkamah Agung No 2 Tahun 1971. SE itu berbunyi anggota militer yang bekerja selaku penasihat hukum bisa jadi pasangan di majelis hukum.
" Terdapat pesan edaran Mahkamah Agung Pesan Edaran No 2 Tahun 1971 ialah merupakan pegawai negara ataupun anggota militer yang melaksanakan pekerjaan selaku pembela ataupun penasihat hukum di muka majelis hukum itu jadi bawah kita buat menjajaki, mendampingi di dalam persidangan di majelis hukum," ucap Kresno.
(¯´•._.•TERIMAKASIH•._.•´¯)