KORAN TALK - Fauziah (47) ibunda mendiang Imam Masykur (25) mendatangi pengacara kondang Hotman Paris Hutapea di Kopi Johny, Kelapa Gading Timur, Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Rabu (5/9/2023) pagi.
Fauziah didampingi dengan tunangan Imam Masykur, Yuni Maulida (23) berserta kuasa hukum para korban dari Aceh, yakni Yusi Muharnina, Ridwan Hadi, dan Putra Safriza.
Imam Masykur merupakan pria yang tewas terbunuh usai diculik hingga disiksa oleh tiga oknum TNI, satu diantaranya bertugas di satuan pengamanan presiden (Paspampres).
"Saya ibunda korban, datang jauh-jauh ke Jakarta untuk mencari keadilan," kata Fauziah.
Dalam kesempatan itu, tim Hotman Paris yakni Putri menunjukkan surat kuasa yang sudah ditandatangani oleh sejumlah pengacara.
Mereka adalah Hotman Paris Hutapea, Nurbani Jamh, Frank Hutapea, Noor Akhmad Riyadhi, Yefikha, Oktavianus Wijaya Sakti, Hana Pertiwi, Fista Sambuari, Nadzir Rahmad Muhammad Al Amin, Indra Haposan Sihombing, Tasia Winona dan Gregorius Bramantyo Adhinugraha.
Ada juga Putri Maya Rumanti, Sartika Dwi Piscessa, Parmita Amelia, Dewi Intan, Yustinus Stein Siahaan, Dhea Arrum Sasqia Putri, Putri Tasya Fabyolla.
Kodam Jaya sebelumnya sudah menangkap tiga oknum TNI yang terlibat pada penculikan, penyiksaan dan pembunuhan Imam Masykur.
Ketiga anggota TNI yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini berasal dari satuan berbeda.
Praka RM diketahui bertugas sebagai anggota Pasukan Pengamanan Presiden.
Sementara, Praka HS bertugas sebagai anggota Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat.
Adapun, Praka J bertugas sebagai anggota Kodam Iskandar Muda.
Ketiganya kini telah ditahan di markas Pomdam Jaya.
Pihak TNI menyebut, ketiga anggota TNI itu menculik Imam untuk memerasnya karena mereka mengetahui aktivitas Imam yang menjual obat-obatan ilegal.
Selain oknum TNI, ada juga tiga warga sipil turut serta dalam kasus ini. Satu di antaranya kakak ipar dari Praka RM kini ditahan di Mapolda Metro Jaya.
Hotman Paris Sebut Ada Unsur Pembunuhan Berencana
Hotman Paris menganggap tersangka pembunuhan Imam harus dijerat dengan pasal berlapis karena ada unsur pembunuhan berencana.
Seperti diketahui, ibu korban, Fauziah (47), sempat mendapatkan ancaman dari para pelaku melalui panggilan telepon.
Ia diminta membayar tebusan sebesar Rp 50 juta oleh para oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI), pelaku pembunuhan Imam.
Jika tidak membayar, pelaku mengancam akan membunuh pria asal Aceh itu dan membuangnya ke sungai.
Terkait hal tersebut, Hotman Paris menemukan adanya unsur pembunuhan berencana, bukan hanya pembunuhan biasa.
Menurut dia, para tersangka kasus pembunuhan Imam harus dijerat pasal berlapis.
”Pasal yang didudukkan baru Pasal 351 KUH Pidana, yaitu penganiayaan yang menyebabkan kematian seseorang. Namun, dari ancaman pelaku yang mengatakan jika tidak mengirim uang maka Imam akan dibunuh, niat membunuh itu sudah ada. Berarti sudah ada unsur perencanaan pembunuhan,” kata Hotman saat konferensi pers di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (5/9/2023).
Hotman pun meminta penyidik tidak hanya menerapkan Pasal 351 tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian, tetapi juga Pasal 338 dan 340 KUHP tentang pembunuhan biasa dan pembunuhan berencana. Sebab, penganiayaan yang menyebabkan matinya seseorang hanya dikenai hukuman tujuh tahun.
Sementara untuk perencanaan pembunuhan (Pasal 340), pelaku dapat dijatuhi hukuman mati. Menurut Hotman, para tersangka memiliki waktu dan niat yang telah direncanakan. Para tersangka melakukan penganiayaan hingga akhirnya membuang jasad Imam ke sungai.
”Kalau pembunuhan biasa kan berantem, lalu korban meninggal. Harusnya ini masuk ke pembunuhan berencana karena jasad korban juga dibuang ke sungai sesuai ancaman yang dilontarkan. Ancaman maksimalnya hukuman mati,” lanjutnya.
Baca Juga : Indonesia Jadi Negara Peringkat Pertama Pemain Judi Online di Dunia, Susi Pudjiastuti: Darurat Sudah
Pomdam Jaya Usut Kasus Secara Tuntas
Sebelumnya, Polisi Militer Komando Daerah Militer Jaya (Pomdam Jaya) telah menahan tiga anggota TNI yang terlibat dalam penculikan dan pembunuhan terhadap Imam Masykur. Mereka adalah Prajurit Kepala (Praka) RM yang merupakan anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), Praka HS dari satuan Direktorat Topografi TNI AD, dan Praka J dari satuan Kodam Iskandar Muda.
Selain itu, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya juga telah menahan tiga warga sipil yang turut terlibat dalam kasus penculikan dan pembunuhan Imam. Ketiga tersangka itu ialah Zulhadi Satria Saputra (kakak ipar Praka RM), Heri, dan AM.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Hamim Tohari menyampaikan, penyidik terus bekerja untuk mengungkap kasus ini secara tuntas.
Para tersangka akan dikenai pasal sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan, yakni penculikan, pemerasan, dan penganiayaan yang berujung hilangnya nyawa seseorang (Kompas.id, 29/8/2023).
Adapun selain Imam, awalnya para pelaku juga menculik Haidar, rekan Imam sesama penjual obat ilegal dan kosmetik di Tangerang Selatan. Namun, Haidar dilepaskan di sekitar Tol Cikeas karena susah bernapas akibat ketakutan. Haidar pun sudah diperiksa sebagai saksi.
Keluraga Korban Mencari keadilan
Dalam konferensi pers tersebut, turut hadir Fauziah. Ia mendatangi Hotman Paris dengan didampingi tunangan Imam Masykur, Yuni Maulida (23), beserta beberapa kuasa hukum dari Aceh, yakni Yusi Muharnina, Ridwan Hadi, dan Putra Safriza. Selain Hotman, terdapat 18 kuasa hukum lain yang akan membela keluarga Imam.
Fauziah datang dari Aceh ke Jakarta untuk mencari keadilan dalam kasus pembunuhan putranya. Ia juga berencana meminta keadilan kepada Presiden Joko Widodo serta Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
”Saya datang jauh-jauh ke Jakarta untuk mencari keadilan anak dan keluarga kami. Kami meminta hukuman yang layak dan setimpal atas apa yang telah diperbuat para pelaku kepada anak kami,” katanya.
Fauziah mengatakan, Imam sempat meneleponnya dua kali. Pada sambungan telepon pertama, Imam meminta tolong agar ia menyelamatkannya dengan memberi tebusan uang Rp 50 juta. Sementara pada telepon terakhir, Fauziah baru berbincang dengan pelaku.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Aceh, Sudirman, dalam kesempatan yang sama mengatakan, ia sudah bertemu dengan ketiga tersangka yang merupakan oknum anggota TNI tersebut. Sembari menangis, mereka mengaku menyesal dan berdalih tidak ada niat untuk membunuh Imam.
Namun, ia mengatakan tidak terpengaruh dengan penyesalan para tersangka. Kepada Sudirman, para tersangka mengaku bahwa uang yang didapat hari hasil memeras itu akan digunakan untuk kepentingan pribadi.
”Mereka mengaku telah beberapa kali melakukan pemerasan dan sasarannya para penjual kosmetik dan obat ilegal. Mereka menganggap Imam mudah untuk diperas karena usianya masih muda. Kami dengan Pomdam Jaya akan terus berkomunikasi untuk kelanjutan kasus ini,” kata Sudirman.
Ia menuturkan akan terus mengawal kasus ini hingga mendapat putusan hukum yang seadil-adilnya. Ia berharap penanganan kasus ini berjalan secara transparan dalam setiap prosesnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojono mempersilakan jika orangtua Imam ingin bertemu dengan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
Ia mengatakan, pihaknya akan memproses dan mengawal kasus pelanggaran hukum itu secara optimal. Bahkan, Panglima TNI berharap para pelaku diberi hukuman mati.
Respon KASAD Setuju Diadili Melalui Peradilan Koneksitas.
Sementara, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman setuju apabila satu anggota pasukan pengamanan presiden (Paspampres) dan dua anggota TNI AD yang menewaskan warga asal Bireuen, Aceh, bernama Imam Masykur (25), diadili melalui peradilan koneksitas.
Peradilan koneksitas adalah mekanisme menangani kasus pidana yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada kekuasaan peradilan umum dan militer.
Proses penyidikan dan penuntutannya akan dilakukan oleh tim yang terdiri atas jaksa, polisi militer, dan oditur militer.
“Ya, saya juga mendorong. Bagus itu kalau menurut saya. Kita transparan saja. Ya kalau memang anggota kami terlibat, ya hukum saja seberat-beratnya. Enggak ada masalah. Kalau misalnya ada koneksitas, silakan saja. Saya setuju itu, bagus itu,” kata Dudung usai meluncurkan aplikasi e-Stuntad dan e-Posyandu di Markas Besar TNI AD (Mabesad), Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2023).
Dudung juga mendukung jika Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada keluarga korban.
“Saya dukung, kasus ini kami dukung penuh. Dan saya perintahkan untuk hukum seberat-beratnya,” ujar Dudung.
Sebelumnya, Ketua LPSK Hasto Atmojo mengatakan bahwa lembaganya bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan mendatangi keluarga korban Imam Masykur.
“Kami (LPSK) bersama Komnas HAM menjalankan mandatnya sendiri, dan menghubungi keluarga korban untuk proaktif, LPSK juga memberi perlindungan dan restitusi,” kata Hasto, dikutip dari KORAN TALK, Kamis (31/8/2023).
Diketahui, Imam Masykur meninggal dunia diduga akibat penganiayaan yang dilakukan satu anggota Paspampres dan dua anggota TNI AD.
Ketiga prajurit TNI itu antara lain Praka RM, Praka J, dan Praka HS.
Praka RM adalah anggota Paspampres yang sehari-hari bertugas di Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan.
Sementara itu, Praka HS bertugas sebagai anggota Direktorat Topografi TNI AD.
Sedangkan Praka J merupakan anggota Kodam Iskandar Muda. Kasus tersebut saat ini telah diselidiki oleh Polisi Militer Kodam Jaya (Pomdam Jaya) dan dibantu tim supervisi Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad).
(¯´•._.•TERIMAKASIH•._.•´¯)
Dapatkan Informasi Terupdate Pertandingan Bola Setiap Hari Hanya DI Sini
klik Link Ini ╰┈➤ ( http://www.scorebola.xyz/ )
¯´•._.•TERIMAKASIH•._.•´¯